Bukan hal yang gampang menghadirkan catatan-catatan masa silam ke dalam satu bentuk tulisan yang enak dibaca. Terlebih jika catatan-catatan tersebut merupakan “sejarah” yang bersifat pribadi, seperti perjalanan cinta seseorang. Namun tidak demikian halnya dengan tokoh nasional satu ini. Rosihan Anwar, tokoh pers nasional dalam memoar kisah kasihnya dengan sang istri, Zuraida Sanawi menampilkan hal yang sebaliknya. Dalam memoar dengan judul Belahan Jiwa – Memoar Kasih Sayang Percintaan Rosihan Anwar dan Zurraida Sanawi, wartawan tiga zaman ini secara runut menceritakan awal pertemuan, pertunangan, pernikahan hingga suka duka kehidupan berumah tangga dengan sang istri secara jujur, ringkas, sederhana dan bermakna.

Memoar yang dimulai dengan bab sejarah keluarga Sanawi ini dengan bahasa yang ringan, lugas dan sistematis menuturkan perjalanan cinta yang unik dua anak manusia ini. Kisah kasih yang bermula dari cinlok (cinta lokasi) itu pun rupanya bukan sekedar cinta monyet. Pertemuan pertama Rosihan yang dipanggil Tjian dengan Ida (Zurraida) terjadi di di ruang redaksi, kantor surat kabar Asia Raja awal April 1943 pada masa pendudukan Jepang. Saat itu Rosihan bertindak sebagai redaktur luar negeri, sedangkan Ida, seorang gadis Betawi merupakan satu di antara dua gadis yang berada di sekretariat. Perkenalan pun berlanjut dengan saling tegur sapa. Rosihan disebut Tuwan, dan Rosihan memanggil Ida dengan sebutan Saudara yang seharusnya Juffrouw. Lanjutkan membaca “Belahan Jiwa, Memoar Kasih Sayang Sang Wartawan Tiga Zaman”